Biografi Gus Alam: Profil Alamuddin Dimyati Rois Lengkap

Biografi Gus Alam-Ulama NU dan Politikus PKB yang Menginspirasi

Biografi Gus Alam kini menjadi sorotan publik setelah kepergiannya yang mengejutkan pada 6 Mei 2025 akibat kecelakaan di Tol Pemalang-Batang. Sosok yang memiliki nama lengkap Alamuddin Dimyati Rois ini dikenal luas sebagai ulama muda Nahdlatul Ulama (NU) yang juga berkiprah aktif di dunia politik melalui Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Kepribadiannya yang rendah hati, cerdas, dan penuh semangat membuatnya menjadi panutan bagi banyak kalangan, khususnya generasi muda pesantren.

Sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al-Fadlu Wal Fadhilah di Kaliwungu, Kendal, Gus Alam telah membangun lembaga pendidikan Islam yang maju dan produktif. Tak hanya di ranah keagamaan, karier politiknya sebagai anggota DPR RI selama empat periode menjadi bukti nyata dedikasinya untuk umat dan bangsa.

Kehidupan dari ringkasan Biografi Gus Alam bukan sekadar perjalanan seorang tokoh, tetapi cerminan sinergi antara nilai-nilai keislaman dan perjuangan politik yang bersih dan bermakna.

Latar Belakang dan Pendidikan Gus Alam

Biografi Gus Alam, lahir pada 26 Desember 1980 di kawasan Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, dari keluarga pesantren yang sangat dihormati. Ayahandanya, KH. Dimyati Rois, adalah sosok ulama kharismatik dan tokoh besar Nahdlatul Ulama yang memimpin Pondok Pesantren Al-Fadlu Wal Fadhilah. Lingkungan ini sangat memengaruhi pembentukan karakter Gus Alam sejak usia dini.

Sejak kecil, ia sudah akrab dengan kehidupan pesantren dan tumbuh dalam atmosfer religius yang kuat. Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah dasar di Kendal, lalu melanjutkan ke Pelita Mandiri Senior High School dan lulus pada tahun 2003.

Kehausannya terhadap ilmu tidak hanya terbatas pada agama. Ia kemudian menempuh studi di Universitas Diponegoro, Semarang, dan meraih gelar Sarjana Ilmu Politik—pilihan studi yang kemudian memperkuat langkahnya di dunia parlemen.

Kiprah di Dunia Pesantren

Kiprah Gus Alam di dunia pesantren menjadi bukti nyata bahwa pesantren bukan hanya lembaga pendidikan keagamaan tradisional, tetapi juga pusat pengembangan karakter, moralitas, dan intelektual santri yang mampu menjawab tantangan zaman.

Sebagai putra dari KH. Dimyati Rois—seorang ulama kharismatik pendiri Pondok Pesantren Al-Fadlu Wal Fadhilah—Gus Alam tumbuh besar dalam lingkungan religius yang sarat nilai-nilai pesantren dan kebangsaan. Sejak muda, ia menyatu dengan atmosfer kitab kuning, dzikir, dan tradisi keilmuan Islam ala Nahdlatul Ulama yang toleran dan moderat.

Setelah menamatkan pendidikan formal dan menimba ilmu politik di Universitas Diponegoro, Gus Alam kembali ke lingkungan pesantren dan mulai aktif membantu sang ayah mengelola Al-Fadlu Wal Fadhilah di Kaliwungu, Kendal.

Ia tak hanya meneruskan tongkat estafet kepemimpinan, tetapi juga memperluas jangkauan pesantren dengan membangun cabang baru: Al-Fadlu 2 di Brangsong, Kendal. Kedua pesantren ini menjadi pusat keilmuan Islam yang produktif dan inklusif, menerima santri dari berbagai latar belakang sosial dan wilayah Indonesia.

Gus Alam memiliki pandangan progresif tentang pendidikan pesantren. Ia percaya bahwa pesantren bukan hanya tempat menghafal kitab, tetapi juga lembaga yang harus menyiapkan generasi yang cakap menghadapi tantangan global.

Oleh karena itu, ia mendorong integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum, memperkenalkan program kewirausahaan untuk santri, serta memfasilitasi pelatihan teknologi digital. Ia juga membuka ruang dialog antaragama, mengajak santri untuk aktif dalam kegiatan sosial, dan menjadikan pesantren sebagai garda depan penguatan nilai kebangsaan.

Program-program unggulan seperti pelatihan komputer, kursus bahasa asing, hingga pelatihan digital marketing mulai diperkenalkan kepada santri. Ini merupakan upaya konkret Gus Alam untuk menjadikan lulusan pesantren sebagai insan mandiri, bukan hanya sebagai pendakwah, tetapi juga sebagai pelaku ekonomi dan pemimpin masyarakat.

Baca Juga  Biografi Prabowo Subianto: Berjuang Melawan Arus Demi Indonesia Emas

Ia juga menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah dan lembaga pendidikan tinggi agar santri lulusan pesantren bisa melanjutkan studi ke jenjang universitas dengan beasiswa.

Tak hanya itu, Gus Alam juga dikenal sering hadir dalam forum keulamaan nasional, musyawarah pesantren, dan kegiatan NU baik di tingkat lokal maupun nasional. Suaranya didengar dalam perumusan kebijakan pendidikan pesantren dan pembelaan terhadap hak-hak lembaga keagamaan.

Dalam berbagai ceramahnya, ia menekankan pentingnya menjaga tradisi pesantren sebagai benteng akhlak dan budaya bangsa, sekaligus membuka pintu terhadap inovasi yang bermanfaat.

Karier Politik: Ulama yang Turun ke Parlemen

Karier politik Gus Alam dimulai dari kecintaannya pada perjuangan rakyat kecil dan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Ia bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai yang memiliki akar kuat dari kalangan NU. Dalam pemilu 2009, ia terpilih sebagai anggota DPR RI mewakili Dapil Jawa Tengah I yang meliputi Kendal, Semarang, dan Salatiga.

Empat periode berturut-turut menjadi wakil rakyat (2009–2014, 2014–2019, 2019–2024, dan 2024–2029) menunjukkan konsistensinya dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat. Gus Alam sempat duduk di Komisi VIII yang mengurusi bidang agama, sosial, dan perlindungan perempuan dan anak.

Ia juga pernah aktif di Komisi IX yang membahas ketenagakerjaan dan kesehatan. Setiap tugas di parlemen ia emban dengan penuh tanggung jawab, selalu mengutamakan kepentingan rakyat dan umat.

Sebagai Wakil Ketua Garda Bangsa (organisasi pemuda PKB) dan Mustasyar PCNU Kendal, peran Gus Alam semakin lengkap. Ia menjembatani dunia pesantren, masyarakat, dan politik dengan harmonis. Gaya politiknya santun, tanpa konflik, namun tetap vokal dan kritis saat menyuarakan kebenaran.

Kecelakaan Tragis yang Menghentikan Langkah Mulianya

Tanggal 2 Mei 2025 menjadi hari kelabu bagi keluarga dan para pengikut Gus Alam. Dalam perjalanan pulang dari Brebes seusai mengisi pengajian, mobil Toyota Kijang Innova yang ditumpanginya menabrak bagian belakang truk fuso bermuatan besi di KM 315 Tol Pemalang-Batang.

Kecelakaan ini menyebabkan dua korban meninggal di tempat, sementara Gus Alam mengalami luka serius di bagian kepala dan perut.

Ia segera dilarikan ke RS Budi Rahayu Pekalongan untuk mendapatkan perawatan intensif. Selama lima hari, tim medis berusaha maksimal menyelamatkan nyawanya, namun takdir berkata lain. Pada 6 Mei 2025 pukul 05.30 WIB, Gus Alam menghembuskan napas terakhir dalam usia 44 tahun.

Warisan Gus Alam: Inspirasi yang Tetap Hidup

Wafatnya Gus Alam membawa duka mendalam, tak hanya bagi keluarga, tapi juga bagi komunitas pesantren, kolega politik, dan masyarakat luas. Ia dikenang sebagai pribadi yang sederhana, ulet, dan tak pernah lelah melayani umat. Banyak pihak yang menyebutnya sebagai simbol ulama muda NU yang berhasil membuktikan bahwa pesantren dan politik bisa berjalan berdampingan tanpa saling meniadakan.

Dedikasinya dalam memperjuangkan isu-isu sosial, pendidikan Islam, dan pemberdayaan masyarakat membuat namanya terus hidup dalam kenangan. Ia membuktikan bahwa menjadi ulama tidak harus berada di balik mimbar semata, tetapi juga bisa berjuang lewat kebijakan dan regulasi di parlemen.

Pondok Pesantren Al-Fadlu dan Al-Fadlu 2 kini menjadi warisan fisik dan spiritual yang terus melanjutkan perjuangan dakwahnya. Para santri, kolega di DPR, dan generasi muda kini memikul tanggung jawab meneruskan semangat Gus Alam dalam membangun bangsa dan menjaga nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin.

Terimakasih telah membaca Biografi Gus Alam: Profil Alamuddin Dimyati Rois Lengkap, dapatkan informasi biografi paling lengkap lainnya hanya di biografind.

Pos Berikutnya:

Bagaimana Pendatamu:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TERBARU

KATEGORI

Join the Newsletter !